Sunday 18 April 2010

Jihad Versus Terorisme
Oleh: Zahrul Bawady M. Daud

Sejak beberapa waktu terakhir, masalah terorisme merebak menjadi perbincangan hangat, baik tingkat lokal maupun nasional. Kejadian penyusupan teroris di Aceh yang menjadi wacana menarik bagi setiap media massa untuk menjadikan berita ini sebagai laporan utama. Penyisiran yang mulai dilakukan sejak 22 Februari itu seolah membuat mata masyarakat Aceh terbuka, bahwa di sekitar mereka ada kelompok yang ingin mengacaukan kedamaian Aceh.

Sebagaimana diberitakan, pegunungan Jalin yang diduga sebagai basecamp teroris Aceh telah diidentifikasi sejak awal. Hasilnya empat orang tersangka makar teroris ditangkap, satu masyarakat sipil tewas dan satu lainnya terkena luka tembakan di wilayah pegunungan Jantho tersebut(SI/24/02/2010).
Selanjutnya, pihak kepolisian yang dibantu densus 88 anti teror kerap melakukan razia. Penyisiran dilakukan ke berbagai daerah yang dicurigai menjadi singgahan anggota teroris yang diduga sedang menggelar latihan di Aceh. Penjagaan di wilayah perbatasan diperketat. Kampung yang dianggap sebagai basis teroris disisir. Kerjasama dijalin antara TNI, Kepolisian dan densus 88 yang juga menggaet partisipasi masyarakat.

Insiden demi insiden pun terjadi. Di daerah Seulimum terjadi kontak tembak lebih 22 jam, sejak 3/3/2010, menewaskan satu masyarakat sipil dan belasan lainnya luka-luka. Peristiwa di Lamkabeue 5/3/2010 yang menewaskan dua orang dari kesatuan brimobda dan satu anggota densus 88. Setelah itu, 12/3/2010 polisi kembali menembak mati dua orang terduga teroris yang sedang menumpang minibus di daerah Leupung dan menangkap delapan lainnya ketika mereka terjebak sweeping kepolisian yang berjarak 21 KM arah Banda Aceh. (SI/13/3) Pada 14/3/2010 pengepungan menjalar ke bagian Lhokseumawe. Sejumlah barang bukti ditemukan dalam penggerebekan yang terjadi di kemukiman kandang. Di Aceh Barat, pihak kepolisian juga menangkap beberapa orang dicurigai terkait jaringan teroris yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia(SI/15/3/2010).

Praktis, operasi ini sedikit menganggu kenyamanan masyarakat, konon lagi masyarakat desa yang notabane-nya sebagai petani terancam gagal panen, akibat suasana yang tidak kondusif. Hasilnya perekonomian masyarakat kembali dirugikan. Kedamaian Aceh belum terasa menyeluruh, apalagi jika dikaitkan dengan isu terorisme akhir-akhir ini.

Masyarakat Aceh yang memiliki nilai perjuangan tinggi selalu identik dengan agama. Hal ini didasari pada rasa simpati masyarakat Aceh tempo dulu dalam memperjuangkan agama, sehingga berhasil mempertahankan tanah kelahirannya dengan semangat prang sabi. Kenyataan ini dalam sejarah terlukis dengan indah, alim ulama masa tersebut secara otomatis menjadi ikon perjuangan merebut kemerdekaan.

Fakta ini kemudian dijadikan pelajaran oleh Belanda dengan mengirim Snouck Hurgronje untuk mengacaukan pertahanan masyarakat Aceh. Pada masa tersebut, daya jual politik Aceh juga merambah luas, tidak sebatas letak geografis Aceh hari ini. Kehidupan ekonomi juga berkembang pesat, apalagi dengan diterapkannya sistem Aceh lhee sagoe yang kemudian menjadikan Aceh sebagai salah satu pelabuhan transit dan pusat perdagangan terbesar di wilayah Samudra Hindia.

Kehidupan dan konflik Aceh tak pernah lekang dengan agama. Rentetan peristiwa kemudian hari banyak diasumsikan dengan dalih agama. Seperti perlawanan Daud Beureueh dengan DI/TII. Pendukung Perjuangan Wali Nanggroe Hasan Tiro pun banyak yang menggunakan logika agama. Agama menjadi salah satu elemen penting masyarakat Aceh dalam menjalankan visi dan misi kehidupan.

Teori ini kemudian yang rasanya dilakukan oleh sebagian pihak tertentu yang tidak ingin suasana tentram di Aceh berlangsung lama, terutama setelah perdamaian di Helsinki tahun 2005. Ulah penyusup ataupun provokator yang berniat kembali mengacaukan tatanan damai dalam bingkai syariat Islam (SI) kembali terjadi. Buktinya, Islam kembali dideskreditkan. Padahal pasca disahkannya Aceh sebagai wilayah khusus pelaksanaan syariat Islam sejak 1999, dan kemudian dikejewantahkan dalam bentuk qanun SI, usaha Islamisasi Aceh berkembang pesat.

Kabar terorisme yang marak dibicarakan di Aceh selama ini dapat dibaca melalui beberapa cara pandang. Kemungkinan kelompok tersebut sebagai penyusup murni tidak bisa dikesampingkan. Apalagi Aceh dikenal sebagai salah satu daerah yang paling giat menerapkan hukum Islam. Jadi diperlukan perubahan paradigma untuk menghambat proses penerapan SI. Pada fase berikutnya, propaganda ini akan membuat orang trauma dengan ajaran Islam, bahkan memandang sinis. Karena provokasi yang dilakukan pihak tak bertanggung jawab tersebut dikaitkan erat dengan kode etik jihad yang menjadi bagian dari Islam. Padahal Jihad dan terorisme adalah dua terma yang berbeda, sangat bertolak belakang.

Kemunculan kelompok ini secara tiba-tiba, tidak adanya makar terorisme yang terjadi di Aceh dan reaksi pihak kepolisian yang berlebihan dengan jatuhnya beberapa korban sipil, menjadi catatan penting. Apalagi sangat kebetulan bila pada 9/03/2010, salah seorang gembong teroris yang paling dicari; Dulmatin, tewas di daerah Pamulang, Tanggerang. Plus kemudian, korban dari pihak teroris yang jatuh di Aceh sebagian besar adalah pihak luar.

Self goverment yang dijanjikan untuk Aceh melalui MoU juga bisa menjadi sebab tak langsung propaganda teroris terjadi. Selain menumbuhkan luka lama untuk mengamputasi kedamaian dan romantisme damai di Aceh. Bukan satu rahasia lagi jika selama ini kebijakan pemda terkesan diintervensi pihak tertentu. Self goverment hanya kosa kata baru dalam kamus pemerintahan Aceh tanpa sisi aplikatif.

Fenomena yang paling kentara dalam kasus terorisme Aceh adalah pencitraan buruk terhadap Islam. Usaha ini kemudian membuat rasa phobia terhadap nilai universal dalam Islam. Sweeping dan pengamatan intelejen yang dilakukan lebih fokus kepada paradigma barat yang membentuk defenisi muslim militan sebagai teroris. Dalam beberapa kasus penyergapan, terlihat jelas ketidak-eleganan kepolisian membasmi jaringan terorisme. Penanganan aksi teroris yang membangkitkan rasa takut juga bertentangan dengan konstitusi umum Indonesia.

Rasa sinis yang dibentuk terhadap umat Islam pun menyeret lembaga pendidikan Islam sebagai sumber permasalahan. Pengekangan berlebihan terhadap aktifitas kegamaan adalah nilai negatif dari upaya pemberantasan terorisme di Aceh. Metode ini juga sebagai cara sistematis menghindari masyarakat dari pengajaran Islam

Jika pun merujuk kepada kasus terorisme di Aceh sebagai sebuah aski non propaganda, Polisi seharusnya tidak bisa terlalu gegabah. Apalagi jaringan mereka tidak begitu mengakar kuat di Aceh dengan sumber pasokan dana yang tidak jelas. Lagi pula, alat perang mereka juga tidak sebanding dengan peralatan milik polisi. Melumpuhkan diplomasi teroris dipandang sebagai cara yang lebih manusiawi dibanding memberangus, apalagi jika didasari unsur intrik politik.

Terorisme harus dilawan dengan jihad. Jihad memerangi terorisme tidak hanya dengan mengangkat senjata. Tetapi membentuk opini publik yang bersahaja dan memberikan pemahaman akan pentingnya cinta kedamaian. Ajaran Islam yang dominan memberikan kemaslahatan kepada manusia, haruslah dicerminkan sebagai tindakan memberantas terorisme, baik perlawanan fisik maupun pemikiran.


DIMUAT di : http://polhukam.kompasiana.com/2010/04/18/jihad-versus-terorisme/

Sunday 21 March 2010




MUHAMMAD21 Penderitaan Nabi SAW

Baihaqi memberitakan dari Abdullah bin Ja’far ra. katanya: Apabila Abu Thalib telah meninggal dunia, mulailah Nabi SAW diganggu dan ditentang secara terang-terangan. Satu peristiwa, beliau telah dihadang di jalanan oleh salah seorang pemuda jahat Quraisy, diraupnya tanah dan dilemparkan ke muka beliau, namun beliau tidak membalas apa pun.
Apabila beliau tiba di rumah, datang salah seorang puterinya, lalu membersihkan muka beliau dari tanah itu sambil menangis sedih melihat ayahnya diperlakukan orang seperti itu. Maka berkatalah Rasulullah SAW kepada puterinya itu: ‘Wahai puteriku! Jangan engkau menangis begitu, Allah akan melindungi ayahmu!’ beliau membujuk puterinya itu.
Beliau pernah berkata: Sebelum ini memang kaum Quraisy tidak berani membuat sesuatu seperti ini kepadaku, sehinggalah selepas Abu Thalib meninggal dunia, mulailah mereka menggangguku dan mengacau ketenteramanku. Dalam riwayat yang lain, beliau berkata kepadanya karena menyesali perbuatan jahat kaum Quraisy itu: Wahai paman! Alangkah segeranya mereka menggangguku sesudah engkau hilang dari mataku!
(Hilyatul Auliya 8:308; Al-Bidayah Wan-Nihayah 3:134)
Thabarani telah memberitakan dari Al-Harits bin Al-Harits yang menceritakan peristiwa ini, katanya: Apabila aku melihat orang ramai berkumpul di situ, aku pun tergesa-gesa datang ke situ, menarik tangan ayahku yang menuntunku ketika itu, lalu aku bertanya kepada ayahku: ‘Apa sebab orang ramai berkumpul di sini, ayah?’ ‘Mereka itu berkumpul untuk mengganggu si pemuda Quraisy yang menukar agama nenek-moyangnya!’ jawab ayahku. Kami pun berhenti di situ melihat apa yang terjadi. Aku lihat Rasulullah SAW mengajak orang ramai untuk mengesakan Allah azzawajaila dan mempercayai dirinya sebagai Utusan Allah, tetapi aku lihat orang ramai mengejek-ngejek seruannya itu dan mengganggunya dengan berbagai cara sehinggalah sampai waktu tengah hari, maka mulailah orang bubar dari situ.
Kemudian aku lihat seorang wanita datang kepada beliau membawa air dan sehelai kain, lalu beliau menyambut tempat air itu dan minum darinya. Kemudian beliau mengambil wudhuk dari air itu, sedang wanita itu menuang air untuknya, dan ketika itu agak terbuka sedikit pangkal dada wanita itu. Sesudah selesai berwudhuk, beliau lalu mengangkat kepalanya seraya berkata kepada wanita itu: Puteriku! lain kali tutup rapat semua dadamu, dan jangan bimbang tentang ayahmu! Ada orang bertanya: Siapa dia wanita itu? jawab mereka: Itu Zainab, puterinya – radhiallahu anha.
(Majma’uz-Zawa’id 6:21)

Dalam riwayat yang sama dari Manbat Al-Azdi, katanya: Pernah aku melihat Rasulullah SAW di zaman jahiliah, sedang beliau menyeru orang kepada Islam, katanya: ‘Wahai manusia sekaliani Ucapkanlah ‘Laa llaaha lliallaah!’ nanti kamu akan terselamat!’ beliau menyeru berkali-kali kepada siapa saja yang beliau temui. Malangnya aku lihat, ada orang yang meludahi mukanya, ada yang melempar tanah dan kerikil ke mukanya, ada yang mencaci-makinya, sehingga ke waktu tengah hari.
Kemudian aku lihat ada seorang wanita datang kepadanya membawa sebuah kendi air, maka beliau lalu membasuh wajahnya dan tangannya seraya menenangkan perasaan wanita itu dengan berkata: Hai puteriku! Janganlah engkau bimbangkan ayahmu untuk diculik dan dibunuh … ! Berkata Manbat: Aku bertanya: Siapa wanita itu? Jawab orangorang di situ: Dia itu Zainab, puteri Rasuluilah SAW dan wajahnya sungguh cantik.
(Majma’uz Zawa’id 6:21)

Bukhari meriwayatkan dari Urwah r.a. katanya: Aku bertanya Amru bin Al-Ash ra. mengenai apa yang dideritai Nabi SAW ketika beliau berdakwah mengajak orang masuk Islam, kataku: ‘Beritahu aku tentang perbuatan yang paling kejam yang pernah dibuat oleh kaum musyrikin terhadap Rasulullah SAW? Maka Amru berkata: Ketika Nabi berada di Hijir Ka’bah, tiba-tiba datang Uqbah bin Abu Mu’aith, lalu dibelitkan seutas kain pada tengkuk beliau dan dicekiknya dengan kuat sekali. Maka seketika itu pula datang Abu Bakar ra. lalu dipautnya bahu Uqbah dan ditariknyanya dengan kuat hingga terlepas tangannya dari tengkuk Nabi SAW itu. Abu Bakar berkata kepada Uqbah: ‘Apakah engkau hendak membunuh orang yang mengatakan ‘Tuhanku ialah Allah!’ padahal dia telah membawa keterangan dari Tuhan kamu?!’ (Al-Bidayah Wan-Nihayah 3:46)

Suatu riwayat yang dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah, dari Amru bin Al-Ash ra. katanya: Aku tidak pemah lihat kaum Quraisy yang hendak membunuh Nabi SAW seperti yang aku lihat pada suatu hari di bawah lindungan Ka’bah. Mereka bersepakat merencanakan pembunuhan beliau sedang mereka duduk di sisi Ka’bah. Apabila Rasulullah SAW datang dan bersembahyang di Maqam, lalu bangunlah Uqbah bin Abu Mu’aith menuju kepada Rasulullah SAW dan membelitkan kain ridaknya ke tengkuk beliau, lalu disentaknya dengan kuat sekali, sehingga beliau jatuh tersungkur di atas kedua lututnya. Orang ramai yang berada di situ menjerit, menyangka beliau telah mati karena cekikan keras dari Uqbah itu. Maka ketika itu segeralah Abu Bakar ra. datang dan melepaskan cekikan Uqbah dari Rasulullah SAW itu dari belakangnya, seraya berkata: Apa ini? Adakah engkau hendak membunuh orang yang mengatakan ‘Tuhanku ialah Allah!’ Uqbah pun segera berundur dari tempat Rasuluilah SAW itu kembali ke perkumpulan teman-temannya para pemuka Quraisy itu. Rasulullah SAW hanya bersabar saja, tidak mengatakan apa pun. Beliau lalu berdiri bersembahyang, dan sesudah selesai sembahyangnya dan ketika hendak kembali ke rumahnya, beliau berhenti sebentar di hadapan para pemuka Quraisy itu sambil berkata: ‘Hai kaum Quraisy! Demi jiwa Muhammad yang berada di dalam genggaman Tuhan! Aku diutus kepada kamu ini untuk menyembelih kamu!’ beliau lalu mengisyaratkan tangannya pada tenggorokannya, yakni beliau rnenjanjikan mereka bahwa mereka akan mati terbunuh. ‘Ah, ini semua omong kosong!’ kata Abu jahal menafikan ancaman Nabi SAW itu. ‘Ingatlah kataku ini, bahwa engkau salah seorang dari yang akan terbunuh!’ sambil menunjukkan jarinya ke muka Abu jahal. (Kanzul Ummal 2:327)

Ahmad memberitakan dari Urwah bin Az-Zubair dari Abdullah bin Amru ra. bahwa Urwah pernah bertanya kepada Abdullah: ‘Tolong beritahu aku apa yang pernah engkau lihat dari kaum Quraisy ketika mereka menunjukkan permusuhannya kepada Rasulullah SAW?’. Abdullah bercerita: Aku pernah hadir dalam salah satu peristiwa ketika para pemuka Quraisy bermusyawarah di tepi Hijir (Ka’bah), mereka berkata: Apa yang kita tanggung sekarang lebih dari yang dapat kita sabar lagi dari orang ini! Dia telah mencaci nenek-moyang kita, memburuk-burukkan agama kita, memporak-perandakan persatuan kita, dan mencerca tuhan-tuhan kita, siapa lagi yang dapat bersabar lebih dari kita … !’

Di tengah mereka berbincang-bincang itu, tiba-tiba muncullah Rasulullah SAW datang dan langsung menghadap sudut Ka’bah, lalu beliau bertawaf keliling Ka’bah, dan apabila beliau berlalu di tempat kaum Quraisy itu sedang duduk, mereka melontarkan beberapa perkataan kepadanya, namun beliau hanya berdiam diri belaka. Apabila beliau bertawaf kali kedua, mereka tetap menyampaikan kata-kata mengejek, namun beliau tidak berkata apa pun. Tetapi pada tawaf keliling ketiga, bila mereka mengejek-ngejek lagi, beliau lalu berhenti seraya berkata kepada mercka: ‘Hai pemuka Quraisy! Dengarlah baik-baik! Demi jiwa Muhammad yang berada di dalam genggaman Tuhan, sebenarnya aku ini mendatangi kamu untuk menyembelih kamu!’ Mendengar itu, semua orang yang di situ merasa berat sekali, sehingga setiap seorang di antara mereka merasakan seolah-olah burung besar datang untuk menyambarnya, sampai ada orang yang tidak sekeras yang lain datang untuk menenangkan perasaan beliau supaya tidak mengeluarkan kata-kata yang mengancam, karena mereka sangat bimbang dari kata-katanya. ‘Kembalilah sudah, wahai Abu Al-Qasim!’ bujuk mereka. ‘Janganlah engkau sampai berkata begitu! Sesungguhnya kami sangat bimbang dengan kata-katamu itu!’ Rasuluilah SAW pun kembalilah ke rumahnya.

Kemudian pada hari besoknya, mereka datang lagi ke Hijir (Ka’bah) itu dan berbicarakan permasalahan yang sama, seperti kemarin, dan aku duduk di antara mereka mendengar pembicaraan mereka itu. ‘Kamu semua cuma berani berkata saja, cuma berani mengumpat sesama sendiri saja, kemudian apabila Muhammad mengatakan sesuatu yang kamu tidak senang, kamu lalu merasa takut, akhirnya kamu membiarkannya!’ kata yang satu kepada yang lain. ‘Baiklah,’ jawab mereka.’ Kali ini kita sama-sama bertindak, bila dia datang nanti.’ Dan seperti biasa Rasulullah SAW pun datang untuk bertawaf pada Ka’bah, maka tiba-tiba mereka melompat serentak menerkamnya sambil mereka mengikutinya bertawaf mereka mengancamnya: ‘Engkau yang mencaci tuhan kami?’ kata yang seseorang. ‘Engkau yang memburuk-burukkan kepercayaan kami, bukan?’ kata yang lain. Yang lain lagi dengan ancaman yang lain pula. Maka setiap diajukan satu soalan kepada Rasulullah SAW itu, setiap itulah dia mengatakan: ‘Memang benar, aku mengatakan begitu!’ Lantaran sudah tidak tertanggung lagi dari mendengar jawaban Nabi SAW itu, maka seorang dari mereka lalu membelitkan kain ridaknya pada leher beliau, sambil menyentakkannya dengan kuat. Untung Abu Bakar ra. berada di situ, lalu dia segera datang melerai mereka dari menyiksa Nabi SAW sambil berkata: ‘Apakah kamu sekalian mau membunuh seorang yang mengatakan ‘Tuhanku ialah Allah! ‘diulanginya kata-kata itu kepada kaum Quraisy itu, dengan tangisan yang memilukan hati. Kemudian aku lihat kaum Quraisy itu meninggalkan tempat itu. Dan itulah suatu peristiwa sedih yang pernah aku lihat dari kaum Quraisy itu yang dilakukan terhadap Nabi SAW – demikian kata Abdullah bin Amru kepada Urwah bin Az-Zubair ra. (Majma’uz Zawa’id 6:16)

Bazzar dan Thabarani telah memberitakan dari Abdullah bin Mas’ud r. a. katanya: Satu peristiwa, ketika Rasulullah SAW bersembahyang di Masjidil Haram, dan ketika itu pula Abu jahal bin Hisyam, Syaibah dan Utbah keduanya putera dari Rabi’ah, Uqbah bin Abu Mu’aith, Umaiyah bin Khalaf dan dua orang yang lain, semua mereka tujuh orang, mereka sekalian sedang duduk di Hijir, dan Rasuluilah SAW pula sedang asyik bersembahyang, dan apabila beliau bersujud, selalunya beliau memanjangkan sujudnya. Maka berkatalah Abu Jahal: ‘Siapa berani pergi ke kandang unta suku Bani fulan, dan mengambil taiknya untuk mencurahkan ke atas kedua bahunya, bila dia sedang sujud nanti?’ ‘Aku!’ jawab Uqbah bin Abu Mu’aith, orang yang paling jahat di antara yang tujuh di situ. Lalu Uqbah pergi mengambil taik unta itu, dan diperhatikannya dari jauh, apabila Rasulullah SAW bersujud dicurahkan taik unta itu ke atas kedua bahunya.

Berkata penyampai cerita ini, Abdullah bin Mas’ud ra.: Aku melihat perkara itu, tetapi aku tidak berdaya untuk menghalangi atau melawan kaum Quraisy itu. Aku pun bangun dan meninggalkan tempat itu dengan perasaan kesal dan sedih sekali. Kemudian aku mendengar, bahwa Fathimah, puteri Rasulullah SAW datang dan membuangkan kotoran itu dari bahu dan tengkuk beliau. Kemudian dia mendatangi mereka yang melakukan perbuatan buruk itu, sambil memaki mereka, tetapi mereka diam saja, tidak menjawab apa pun. Ketika itu Rasulullah SAW pun mengangkat kepalanya, sebagaimana beliau mengangkat kepala sesudah sempurna sujud. Apabila sudah selesai dari sembahyangnya, beliau lalu berdoa: Ya Allah! Ya Tuhanku! Balaslah kaum Quraisy itu atas penganiayaannya kepadaku! Balaslah atas Utbah, Uqbah, Abu Jahal dan Syaibah! Sekembalinya dari masjid, beliau telah ditemui di jalanan oleh Abul Bukhturi yang di tangannya memegang cambuknya.
Bila Abul Bukhturi melihat wajah Nabi SAW dia merasa tidak senang, karena dia tahu ada sesuatu yang tidak baik terjadi terhadap dirinya: ‘Hai Muhammad! Mengapa engkau begini?’ tegur Abul Bukhturi. ‘Biarkanlah aku!’ jawab Nabi SAW ‘ Tuhan tahu, bahwa aku tidak akan melepaskanmu sehingga engkau memberitahuku, apa yang terjadi pada dirimu terlebih dulu?!’ Abul Bukhturi mendesak Nabi SAW untuk memberitahunya apa yang telah terjadi. Apabilla dilihatnya beliau masih mendiamkan diri, dia berkata lagi: ‘Aku tahu ada sesuatu yang terjadi pada dirimu, sekarang beritahu!’ pinta Abul Bukhturi lagi Apabila Nabi SAW melihat bahwa Abul Bukhturi tidak mau melepaskannya, melainkan sesudah beliau memberitahunya apa yang terjadi, maka beliau memberitahunya apa yang terjadi: ‘Abu jahal membuat angkara!’ beritahu Nabi SAW ‘Abu jahal lagi? Memang sudah aku kira, apa yang dibuat kepadamu kali ini?!’ tanya Abul Bukhturi lagi. ‘Dia menyuruh orang meletakkan kotoran unta ke atas badanku ketika aku sedang bersujud dalam sembahyangku,’ jelas Nabi SAW ‘Mari ikut aku ke Ka’bah,’ bujuk Abul Bukhturi.

Abul Bukhturi dan Nabi SAW pun pergi ke Ka’bah dan terus menuju ke arah tempat duduk Abu jahal. Abul Bukhturi kelihatan marah sekali. ‘Hai Bapaknya si Hakam!’ teriak Abul Bukhturi. ‘Engkau yang menyuruh orang meletakkan kotoran unta ke atas badan Muhammad ini?’ katanya dengan keras. ‘Ya,’ jawab Abu Jahal. ‘Apa yang engkau mau?’ Abul Bukhturi tidak banyak bicara, melainkan ditariknya cambuknya lalu dipukulnya kepala Abu jahal berkali-kali. Orang ramai di situ lari berhamburan, dan teman-teman Abu jahal hiruk-pikuk menyalahkan Abul Bukhturi. ‘Celaka kamu!’ jerit Abu Jahal memprotes, dan badannya terlihat kesakitan karena pukulan cambuk Abul Bukhturi itu.’ Dia layak diperlakukan begitu, karena dia menimbulkan permusuhan di antara kita sekalian, agar terselamat pula dia dan kawan-kawannya… !’ tambah Abu jahal lagi. (Majma’uz Zawa’id 6:18)

Menurut Ahmad yang meriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud ra. katanya: Aku lihat semua orang yang dijanjikan Nabi SAW akan mati itu, semuanya terbunuh di medan Badar, tiada seorang pun yang terselamat. (Al-Bidayah Wan-Nihayah 3:44)

Muhammed Nabi Muhammad dalam Kitab Suci Terdahulu

Oleh Dr. Mohamad Daudah
Kitab-kitab suci terdahulu, baik Perjanjian Lama atau Perjanjian Baru, berbicara secara jelas tentang Nabi Islam, dan mengenai hal ini Allah berfirman di dalam al-Qur’an,

‘(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang umi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang makruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Qur’an), mereka itulah orang-orang yang beruntung.’ (al-A’raf: 157)

Bukan hanya Kitab Suci, tetapi semua naskah kuno yang pernah digunakan dalam ritual peribadatan memberi kabar tentang kedatangan Nabi Islam.

Kitab Ulangan 18 ayat 17,18,dan 19 mengatakan: (17) Lalu berkatalah TUHAN kepadaku: Apa yang dikatakan mereka itu baik; (18) seorang nabi akan Kubangkitkan bagi mereka dari antara saudara mereka, seperti engkau ini; Aku akan menaruh firman-Ku dalam mulutnya, dan ia akan mengatakan kepada mereka segala yang Kuperintahkan kepadanya. (19) Orang yang tidak mendengarkan segala firman-Ku yang akan diucapkan nabi itu demi nama-Ku, dari padanya akan Kutuntut pertanggungjawaban.
Nubuat ini begitu jelas berbicara tentang seorang nabi bahwa Allah akan memilih di antara saudara-saudara Israel (orang Arab) dan membuang pemikiran parsial apapun.

Ini adalah nubuat yang penting untuk orang-orang Yahudi yang masih menunggu pembuktiannya selama berabad-abad hingga kedatangan Nabi Mohummad. Beberapa dari mereka, menurut beberapa nubuat, mengetahui tempat dan waktu waktunya, sehingga mendorong mereka untuk pergi ke Madinah, dan Makkah, dan kota-kota di sekitarnya. Mereka selalu mengancam orang-orang Arab musyrik dengan berkata, ‘Ini adalah waktu dimana Allah akan mengirim seorang nabi yang akan kami ikuti, lalu akan memerangi dan melenyapkan kalian.’ Ketika Nabi Islam muncul, banyak orang yang beriman dan banyak pula yang tidak beriman. Di antara alasan etiologis yang mendorong mereka masuk Islam adalah banyaknya berita tentang nabi Islam di dalam berbagai kitab suci. Beberapa di antaranya telah dihapus, beberapa yang lain telah dipenggal, tetapi ada pula yang masih menjadi bukti yang kuat mengenai kenabian Muhammad saw.

Nubuat yang disebutkan di atas, walaupun cocok dengan nabi Islam, orang-orang Yahudi mengklaim bahwa nubuatan sesuai dengan Yosua. Orang-orang Kristen memiliki pendapat lain, karena mereka selalu dalam kebiasaan mengubah setiap nubuat dalam Perjanjian Lama agar sesuai dengan Yesus. Mereka memilintir kata-kata tertentu untuk memberikan arti lain yang bertentangan dengan semua fakta sejarah, bahkan memasukkan, menghapus dan menyisipkan kata-kata baru ke dalam nubuat ini agar sesuai dengan apa yang mereka klaim. Umat Islam alasan yang baik bahwa nubuat berbicara dengan jelas dan pasti mengenai nabi Muhammad saw.

Jadi kita sekarang menghadapi tiga pendapat yang berbeda: Siapa yang dimaksud nabi di sini? Apakah Yosua, Yesus atau Muhammad saw? Hanya satu seorang dari mereka yang benar. Kami akan menjawab pertanyaan ini dalam artikel berikut:

Apakah nubuatan ini merujuk kepada salah satu nabi Yahudi? Jawabannya jelas tidak tidak, karena:

(1) Nubuat tersebut mengatakan, ‘Allah akan mengangkat seorang nabi dari saudara-saudara mereka.’ Jadi, nubuat ini berbicara tentang seorang nabi yang bukan dari Israel.

(2) Jika nubuat dimaksud merujuk kepada salah satu nabi Yahudi, maka Musa pasti berkata, ‘Dari kalangan kalian sendiri,’ yaitu dua belas suku utama Yahudi yang ada di hadapan Musa.

(3) Epilog kitab Ulangan memberi kesaksian terhadap fakta bahwa bukan Yosua atau nabi Yahudi yang lain yang dimaksudkan di sini. Epilog tersebut mengatakan, ‘Seperti Musa yang dikenal TUHAN dengan berhadapan muka, tidak ada lagi nabi yang bangkit di antara orang Israel.’ (Ulangan 34: 10)

(4) Kitab Maleakhi, yang merupakan bagian terakhir dari Perjanjian Lama, mencatat nubuat yang difirmankan Tuhan, yang menunjukkan bahwa utusan yang dijanjikantu tidak datang pada masa tersebut, dan dengan demikian Yosua tidak mungkin seorang nabi: ‘Lihat, Aku menyuruh utusan-Ku, supaya ia mempersiapkan jalan di hadapan-Ku! Dengan mendadak Tuhan yang kamu cari itu akan masuk ke bait-Nya! Malaikat Perjanjian yang kamu kehendaki itu, sesungguhnya, Ia datang, firman TUHAN semesta alam.’ (Maleakhi 3: 1)

Komentar McKenzie mengenai Maleakhi: Buku ini oleh para kritikus ditengarai ada sesudah pembangunan ulang candi pada tahun 516 SM, selama periode Persia dan sebelum reformasi Nehemia dan Ezta, yaitu sebelum 432 SM. Rekaman nubuat tentang ‘utusan yang dijanjikan’ menunjukkan bahwa sampai 432 SM orang-orang Israel masih menunggunya dan ia belum datang.

Berbagai studi historis membuktikan fakta bahwa nubuat ini tidak terbukti baik sebelum atau setelah Yesus. Tidak ada nabi yang diklaim dari kalangan orang-orang Yahudi. Ayat ‘Seperti Musa yang dikenal TUHAN dengan berhadapan muka, tidak ada lagi nabi yang bangkit di antara orang Israel’ juga membuktikan fakta ini. Mungkin epilog tersebut ditulis oleh Ezra pada 800 hingga 900 tahun setelah Musa. Jadi nubuat tersebut tetap tak terpenuhi selama 8 sampai 9 abad setelah Musa.

Dimungkinkan bahwa ia mungkin ditulis oleh beberapa redaktur kitab lainnya bila Taurat dan beberapa naskah Alkitab lainnya pertama kali dikompilasi dalam bentuk tertulis sekitar lima ratus tahun setelah Musa. Itu berarti nubuat tetap tak terbukti untuk tidak kurang dari 500 tahun setelah Musa. Ini juga tidak berarti bahwa nubuat tersebut terbukti sesudahnya. Tidak ada yang pernah diklaim sebagai ‘utusan yang dijanjikan’, atau prasyaratnya terpenuhi pada waktu kapapun setelah Musa. Hampir s
etiap sarjana Injil memahami bahwa nubuat tersebut masih belum terbukti bahkan setelah masa Yesus. The Bible Knowledge Commentary melihat: Selama abad pertama masehi, pemimpin formal Yudaisme masih mencari pembuktian dari nubuat Musa tersebut (silakan merujuk Yohanes I: 21).

Yang tetap tak terbukti selama masa Isa dan orang-orang Yahudi adalah mereka masih menunggu kedatangan nabi ini, dan hal itu dapat dipastikan sumbernya dari Injil Yohanes berikut: (19) Dan inilah kesaksian Yohanes ketika orang Yahudi dari Yerusalem mengutus beberapa imam dan orang-orang Lewi kepadanya untuk menanyakan dia: ‘Siapakah engkau?’ (20) Ia mengaku dan tidak berdusta, katanya: ‘Aku bukan Mesias.’ (21) Lalu mereka bertanya kepadanya: ‘Kalau begitu, siapakah engkau? Elia?’ Dan ia menjawab: ‘Bukan!’ ‘Engkaukah nabi yang akan datang?’ Dan ia menjawab: ‘Bukan!’ (22) Maka kata mereka kepadanya: ‘Siapakah engkau? Sebab kami harus memberi jawab kepada mereka yang mengutus kami. Apakah katamu tentang dirimu sendiri?’ (23) Jawabnya: ‘Akulah suara orang yang berseru-seru di padang gurun: Luruskanlah jalan Tuhan! seperti yang telah dikatakan nabi Yesaya.’ (24) Dan di antara orang-orang yang diutus itu ada beberapa orang Farisi. (25) Mereka bertanya kepadanya, katanya: ‘Mengapakah engkau membaptis, jikalau engkau bukan Mesias, bukan Elia, dan bukan nabi yang akan datang?’ (Yohanes 1: 19-25)

Dari studi yang dilakukan di atas ini, jelas bahwa ‘Nabi yang seperti Musa’ belum dibangkitkan hingga masa Yesus Kristus.
Oleh Majdi ash-Shafi

Sumber:eramuslim.com


Wanita Diciptakan dari Tulang Rusuk?
Penulis: Redaksi Sakinah
Sakinah, Fatawa Al-Mar`ah Al-Muslimah, 16 - Desember - 2008, 21:24:31


Tanya: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اسْتَوْصُوْا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا، فَإِنَّ الْمَرْأََةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ ... -وَفِي رِوَايَةٍ- الْمَرْأََةُ كَالضِّلَعِ ... (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ)
“Berwasiatlah kalian dengan kebaikan kepada para wanita (para istri)1, karena wanita itu diciptakan dari tulang rusuk...” Dalam satu riwayat: “Wanita itu seperti tulang rusuk....” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Apakah memang wanita diciptakan dari tulang rusuk laki-laki ataukah hanya penyerupaan sebagaimana ditunjukkan dalam hadits yang kedua?
Jawab:
Al-Lajnah Ad-Da`imah lil Buhuts Al-Ilmiyyah wal Ifta` yang saat itu diketuai Samahatusy Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz rahimahullahu menjawab, “Zahir hadits menunjukkan bahwa wanita –dan yang dimaukan di sini adalah Hawa w– diciptakan dari tulang rusuk Adam. Pengertian seperti ini tidaklah menyelisihi hadits lain yang menyebutkan penyerupaan wanita dengan tulang rusuk. Bahkan diperoleh faedah dari hadits yang ada bahwa wanita serupa dengan tulang rusuk. Ia bengkok seperti tulang rusuk karena memang ia berasal dari tulang rusuk. Maknanya, wanita itu diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok maka tidak bisa disangkal kebengkokannya. Apabila seorang suami ingin meluruskannya dengan selurus-lurusnya dan tidak ada kebengkokan padanya niscaya akan mengantarkan pada perselisihan dan perpisahan. Ini berarti memecahkannya2. Namun bila si suami bersabar dengan keadaan si istri yang buruk, kelemahan akalnya dan semisalnya dari kebengkokan yang ada padanya niscaya akan langgenglah kebersamaan dan terus berlanjut pergaulan keduanya. Hal ini diterangkan para pensyarah hadits ini, di antaranya Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullahu dalam Fathul Bari (6/368) semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmati mereka semua. Dengan ini diketahuilah bahwa mengingkari penciptaan Hawa dari tulang rusuk Adam tidaklah benar.” (Fatwa no. 20053, kitab Fatawa Al-Lajnah Ad-Da`imah lil Buhuts Al-Ilmiyyah wal Ifta`, 17/10)

1 Al-Qadhi rahimahullahu berkata: “Al-Istisha` adalah menerima wasiat, maka makna ucapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini adalah aku wasiatkan kalian untuk berbuat kebaikan terhadap para istri maka terimalah wasiatku ini.” (Tuhfatul Ahwadzi)
2 Dalam riwayat Al-Imam Muslim rahimahullahu disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
((إِنَّ الْمَرْأَةََ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ, لَنْ تَسْتَقِيْمَ لَكَ عَلَى طَرِيْقَةٍ, فَإِنِ اسْتَمْتَعْتَ بِهَا اِسْتَمْتَعْتَ بِهَا وَفِيْهَا عِوَجٌ, وَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيْمُهَا كَسَرْتَهَا وَكَسْرُهَا طَلاَقُهَا))
"Sesungguhnya wanita diciptakan dari tulang rusuk, ia tidak bisa lurus untukmu di atas satu jalan. Bila engkau ingin bernikmat-nikmat dengannya maka engkau bisa bernikmat-nikmat dengannya namun padanya ada kebengkokan. Jika engkau memaksa untuk meluruskannya, engkau akan memecahkannya. Dan pecahnya adalah talaknya.”




KAMAR MANDI UMUM
Tanya: Apa hukumnya kamar mandi uap (yang merupakan tempat pemandian umum bagi yang ingin mandi uap/sauna) yang sekarang banyak bermunculan? Apakah para wanita dan lelaki boleh masuk/mandi di sana tanpa kain penutup tubuh? Berilah fatwa kepada kami tentang masalah ini, semoga antum mendapatkan pahala karenanya.
Jawab:
Al-Lajnah Ad-Da`imah lil Buhuts Al-Ilmiyyah wal Ifta` menjawab, "Masuk pemandian umum yang berupa kamar mandi uap/sauna bagi lelaki tanpa kain penutup tubuh dilarang keras karena adanya sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari hadits Jabir radhiyallahu ‘anhu:
((مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلاَ يَدْخُلِ الْحَمَّامَ إِلاَّ بِمِئْزَرٍ))
“Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah ia masuk ke kamar mandi (umum) kecuali dengan mengenakan kain penutup tubuh.”
Diriwayatkan oleh An-Nasa`i dan Al-Hakim, ia menshahihkannya di atas syarat Muslim, dan hadits ini memiliki syawahid (pendukung)3.
Para wanita juga terlarang masuk ke tempat pemandian umum. Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah berkata kepada para wanita yang biasa masuk ke tempat pemandian umum:
أَنْتُنَّ اللاَّئِي يَدْخُلْنَ نِسَائُكُنَّ الْحَمَّامَاتِ؟ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: مَا مِنِ امْرَأَةٍ تَضَعُ ثِيَابَهَا فِي غَيْرِ بَيْتِ زَوْجِهَا إِلاَّ هَتَكَتِ السِّتْرَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ رَبِّهَا
“Apakah kalian ini yang biasa membiarkan wanita-wanita kalian masuk ke tempat pemandian (umum)? Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Tidak ada seorang wanita pun yang melepas pakaiannya (tanpa busana) di selain rumah suaminya melainkan ia telah mengoyak penutup antara dia dan Rabbnya4’.”
Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Al-Hakim, dan ia menshahihkannya di atas syarat Syaikhain (Al-Bukhari dan Muslim) dan Adz-Dzahabi menyepakatinya5.
Dalam Musnad Al-Imam Ahmad yang dihasankan sanadnya oleh Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullahu disebutkan bahwa 'Umar ibnul Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata, "Wahai sekalian manusia, sungguh aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلاَ يَقْعُدْ عَلَى مَائِدَةٍ يُدَارُ عَلَيْهَا الْخَمْرُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلاَ يَدْخُلِ الْحَمَّامَ إِلاَّ بِإِزَارٍ، وَمَنْ كَانَتْ تُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلاَ تَدْخُلِ الْحَمَّامَ
“Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah dia duduk di meja hidangan yang diedarkan di atasnya khamr. Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah ia masuk ke kamar mandi (tempat pemandian umum) kecuali dengan memakai kain penutup tubuh. Siapa (di antara kaum wanita) yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah ia masuk ke kamar mandi (tempat pemandian umum).”6
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullahu berkata, “Dan diriwayatkan oleh Al-Imam Abu Ya'la Al-Mushili dan Al-Hafizh Abu Hatim Muhammad bin Hibban dalam Shahih-nya yang disebut Al-Anwa’ wat Taqasim, dari hadits Muhammad bin Tsabit bin Syarahbil, dari Abdullah bin Yazid Al-Khuthami, dari Abu Ayyub Al-Anshari radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلاَ يَدْخُلِ الْحَمَّامَ إِلاَّ بِمِئْزَرٍ، وَمَنْ كَانَتْ تُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ مِنْ نِسَائِكُمْ فَلاَ تَدْخُلِ الْحَمَّامَ
“Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah ia masuk ke kamar mandi (tempat pemandian umum) kecuali dengan memakai kain penutup tubuh. Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir di antara wanita-wanita kalian maka janganlah ia masuk ke kamar mandi (tempat pemandian umum).”
Kata perawi, “Aku mengatakan hal itu kepada ‘Umar bin Abdil ‘Aziz rahimahullahu dalam masa kekhilafahannya, maka ia menulis surat kepada Abu Bakr bin Muhammad bin ‘Amr bin Hazm yang isinya, ‘Tanyakan kepada Muhammad bin Tsabit tentang haditsnya.’ Abu Bakr pun menanyakan kepada Muhammad, lalu ia menulis surat kepada ‘Umar bin Abdil ‘Aziz, maka ‘Umar melarang para wanita masuk ke kamar mandi umum. Demikianlah ‘Umar bin Abdil ‘Aziz. Ia telah menjalankan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sungguh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلُفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ مِنْ بَعْدِيْ
“Wajib bagi kalian untuk berpegang dengan sunnahku dan sunnah para khalifah yang terbimbing setelahku.”
Kaum muslimin seluruhnya sepakat bahwa ‘Umar bin Abdil ‘Aziz rahimahullahu termasuk para pemimpin yang mendapatkan petunjuk dan termasuk khalifah yang beroleh bimbingan, yang mana mereka itu memutuskan dengan al-haq (kebenaran) dan selalu menuju kepada kebenaran.” (Selesai ucapan Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullahu)
Allah Subhanahu wa Ta’ala lah yang memberikan taufik. Shalawat dan salam semoga tertuju kepada nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, demikian pula untuk keluarga dan pada sahabatnya. (Fatwa no. 19397, kitab Fatawa Al-Lajnah Ad-Da`imah lil Buhuts Al-’Ilmiyyah wal Ifta`, 17/49)

3 Dishahihkan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Sunan An-Nasa`i.
4 Sebagian pensyarah hadits ini berkata, "Tidak diberikan keringanan (rukhshah) bagi wanita untuk masuk kamar mandi umum karena seluruh anggota tubuhnya adalah aurat, dan tidak dibolehkan membukanya kecuali dalam keadaan darurat (boleh baginya masuk kamar mandi umum). Misalnya ia sakit sehingga harus masuk kamar mandi tersebut untuk pengobatan. Atau ia selesai dari nifas dan ingin mandi suci, atau junub sementara hawa sangat dingin dan ia tidak dapat menghangatkan air dalam keadaan ia khawatir memudaratkannya bila menggunakan air dingin. Tidak boleh bagi laki-laki masuk ke kamar mandi umum ini tanpa mengenakan penutup tubuh yang dapat menutupi bagian pusar dan lutut.” ('Aunul Ma'bud, kitabul Hammam, bab satu)
Dalam 'Aunul Ma'bud juga disebutkan bahwa wanita diperintah untuk menutup tubuhnya dan menjaganya agar tidak terlihat oleh ajnabi (bukan mahram) sehingga tidak pantas baginya untuk membuka auratnya sekalipun dalam keadaan sendirian kecuali di sisi suaminya. Bila ia membuka anggota tubuhnya di kamar mandi umum tanpa darurat maka sungguh ia telah mengoyak penutup yang Allah Subhanahu wa Ta’ala perintahkan.
5 Dishahihkan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih At-Tirmidzi dan selainnya.
6 Asy-Syaikh Ahmad Syakir rahimahullahu mengatakan tentang hadits ini, "Sanadnya dhaif.” (Akan tetapi hadits berikut ini mendukungnya.)
Faedah: Al-Imam Al-Albani rahimahullahu berkata, "Wajib bagi suami istri untuk membuat kamar mandi di rumah mereka, dan janganlah seorang suami memperkenankan istrinya untuk masuk/mandi di kamar mandi pasar, karena hal itu diharamkan. Dalam hal ini ada beberapa hadits: Pertama: Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يُدْخِلْ حَلِيْلَتَهُ الْحَمَّامَ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يَدْخُلِ الْحَمَّامَ إِلاَّ بِمِئْزَرٍ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الَآخِرِ فَلَا يَجْلِسْ عَلىَ مَائِدَةٍ يُدَارُ عَلَيْهَا الْخَمْرُ
"Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah ia memasukkan istrinya ke kamar mandi (umum). Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah ia masuk ke kamar mandi (umum) kecuali dengan memakai kain penutup tubuh. Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah ia duduk di meja hidangan yang diedarkan di atasnya khamr.” (HR. Al-Hakim dan ini lafadznya, At-Tirmidzi, dll)
Kedua: Dari Ummud Darda` radhiyallahu ‘anha, ia berkata, "Aku keluar dari kamar mandi umum. Lalu aku berjumpa dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bersabda, "Dari mana engkau, wahai Ummud Darda`?” "Dari kamar mandi umum,” jawab Ummud Darda`. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian bersabda:
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، ماَ مِنِ امْرَأَةٍ تَضَعُ ثِيَابَهَا فِي غَيْرِ بَيْتِ أَحَدٍ مِنْ أُمَّهَاتِهَا إِلَّا وَهِيَ هَاتِكَةُ كُلِّ سِتْرٍ بَيْنَهَا وَبَيْنَ الرَّحْمَنِ
"Demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidak ada seorang wanita pun yang melepas pakaiannya di selain rumah salah seorang dari ibunya melainkan ia telah mengoyak setiap penutup antara dia dan Ar-Rahman.” (HR. Ahmad, dll)
Ketiga: Hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha yang telah disebutkan di atas. (Lihat kitab Adabuz Zafaf, hal. 67-69)

Monday 15 March 2010

Gifts From The Heart for Women

Kisah berikut ini sangat menyentuh perasaan, dikutip dari buku "Gifts From The Heart for Women" karangan Karen Kingsbury. Buku ini dapat Anda peroleh di toko buku Gramedia, maupun toko buku lainnya. Kisahnya sbb:


Bahkan Seorang Anak Berusia 7 Tahun Melakukan YangTerbaik Untuk ......


Di sebuah kota di California , tinggal seorang anak laki2 berusia tujuh tahun yang bernama Luke. Luke gemar bermain bisbol. Ia bermain pada sebuah tim bisbol di kotanya yang bernama Little League. Luke bukanlah seorang pemain yang hebat. Pada setiap
pertandingan, ia lebih banyak menghabiskan waktunya di kursi pemain cadangan. Akan tetapi, ibunya selalu hadir di setiap pertandingan untuk bersorak dan memberikan semangat saat Luke dapat memukul bola maupun tidak. Kehidupan Sherri Collins, ibu Luke, sangat tidak mudah. Ia menikah dengan kekasih hatinya saat masih kuliah.

Kehidupan mereka berdua setelah pernikahan berjalan seperti cerita dalam buku-buku roman. Namun, keadaan itu hanya berlangsung sampai pada musim dingin saat Luke berusia tiga tahun. Pada musim dingin, di jalan yang berlapis es, suami Sherri meninggal karena mobil yang ditumpanginya bertabrakan dengan mobil yang datang dari arah berlawanan. Saat itu, ia dalam perjalanan pulang dari pekerjaan paruh waktu yang
biasa dilakukannya pada malam hari.

"Aku tidak akan menikah lagi," kata Sherri kepada ibunya. "Tidak ada yang dapat mencintaiku seperti dia". "Kau tidak perlu menyakinkanku," sahut ibunya sambil tersenyum. Ia adalah seorang janda dan selalu memberikan nasihat yang dapat membuat Sherri merasa nyaman. "Dalam hidup ini, ada seseorang yang hanya memiliki satu orang saja yang sangat istimewa bagi dirinya dan tidak ingin terpisahkan untuk selama-lamanya. Namun jika salah satu dari mereka pergi, akan lebih baik bagi yang ditinggalkan untuk tetap sendiri daripada ia memaksakan mencari penggantinya.

Sherri sangat bersyukur bahwa ia tidak sendirian. Ibunya pindah untuk tinggal bersamanya. Bersama-sama, mereka berdua merawat Luke. Apapun masalah yg dihadapi anaknya, Sherri selalu memberikan dukungan sehingga Luke akan selalu bersikap optimis. Setelah Luke kehilangan seorang ayah, ibunya juga selalu berusaha menjadi seorang ayah bagi Luke.

Pertandingan demi pertandingan, minggu demi minggu, Sherri selalu datang dan bersorak-sorai untuk memberikan dukungan kepada Luke, meskipun ia hanya bermain beberapa menit saja. Suatu hari, Luke datang ke pertandingan seorang diri. "Pelatih", panggilnya. "Bisakah aku bermain dalam pertandingan ini sekarang? Ini sangat penting bagiku. Aku mohon ?"

Pelatih mempertimbangkan keinginan Luke. Luke masih kurang dapat bekerja sama antar pemain. Namun dalam pertandingan sebelumnya, Luke berhasil memukul bola dan mengayunkan tongkatnya searah dengan arah datangnya bola. Pelatih kagum tentang kesabaran dan sportivitas Luke, dan Luke tampak berlatih extra keras dalam beberapa hari ini.

"Tentu," jawabnya sambil mengangkat bahu, kemudian ditariknya topi merah Luke. "Kamu dapat bermain hari ini. Sekarang, lakukan pemanasan dahulu." Hati Luke bergetar saat ia diperbolehkan untuk bermain. Sore itu, ia bermain dengan sepenuh hatinya. Ia berhasil
melakukan home run dan mencetak dua single. Ia pun berhasil menangkap bola yang sedang melayang sehingga membuat timnya berhasil memenangkan pertandingan.

Tentu saja pelatih sangat kagum melihatnya. Ia belum pernah melihat Luke bermain sebaik itu. Setelah pertandingan, pelatih menarik Luke ke pinggir lapangan. "Pertandingan yang sangat mengagumkan," katanya kepada Luke. "Aku tidak pernah melihatmu bermain sebaik sekarang ini sebelumnya. Apa yang membuatmu jadi begini?"

Luke tersenyum dan pelatih melihat kedua mata anak itu mulai penuh oleh air mata kebahagiaan. Luke menangis tersedu-sedu. Sambil sesunggukan, ia berkata "Pelatih,
ayahku sudah lama sekali meninggal dalam sebuah kecelakaan mobil. Ibuku sangat sedih. Ia buta dan tidak dapat berjalan dengan baik, akibat kecelakaan itu. Minggu lalu,......Ibuku meninggal." Luke kembali menangis.

Kemudian Luke menghapus air matanya, dan melanjutkan ceritanya dengan terbata-bata "Hari ini,.......hari ini adalah pertama kalinya kedua orangtuaku dari surga datang pada pertandingan ini untuk bersama-sama melihatku bermain. Dan aku tentu saja tidak akan
mengecewakan mereka.......". Luke kembali menangis terisak-isak.

Sang pelatih sadar bahwa ia telah membuat keputusan yang tepat, dengan mengizinkan Luke bermain sebagai pemain utama hari ini. Sang pelatih yang berkepribadian sekuat baja, tertegun beberapa saat. Ia tidak mampu mengucapkan sepatah katapun untuk
menenangkan Luke yang masih menangis. Tiba-tiba, baja itu meleleh. Sang pelatih tidak mampu menahan perasaannya sendiri, air mata mengalir dari kedua matanya, bukan sebagai seorang pelatih, tetapi sebagai seorang anak.....

Sang pelatih sangat tergugah dengan cerita Luke, ia sadar bahwa dalam hal ini, ia belajar banyak dari Luke. Bahkan seorang anak berusia 7 tahun berusaha melakukan yang terbaik untuk kebahagiaan orang tuanya, walaupun ayah dan ibunya sudah pergi selamanya............Luke baru saja kehilangan seorang Ibu yang begitu mencintainya........

Sang pelatih sadar, bahwa ia beruntung ayah dan ibunya masih ada. Mulai saat itu, ia berusaha melakukan yang terbaik untuk kedua orangtuanya, membahagiakan mereka,
membagikan lebih banyak cinta dan kasih untuk mereka. Dia menyadari bahwa waktu sangat berharga, atau ia akan menyesal seumur hidupnya...............
Hikmah yang dapat kita renungkan dari kisah Luke yang HANYA berusia 7 TAHUN :

Mulai detik ini, lakukanlah yang terbaik utk membahagiakan ayah & ibu kita. Banyak cara yg bisa kita lakukan utk ayah & ibu, dgn mengisi hari-hari mereka dgn kebahagiaan. Sisihkan lebih banyak waktu untuk mereka. Raihlah prestasi & hadapi tantangan seberat apapun, melalui cara-cara yang jujur utk membuat mereka bangga dgn kita. Bukannya melakukan perbuatan2 tak terpuji, yang membuat mereka malu. Kepedulian kita pada mereka adalah salah satu kebahagiaan mereka yang terbesar. Bahkan seorang anak berusia 7 tahun berusaha melakukan yang terbaik untuk membahagiakan ayah dan ibunya. Bagaimana dengan Anda ? Berapakah usia Anda saat ini ?

Apakah Anda masih memiliki kesempatan tersebut ? Atau kesempatan itu sudah hilang untuk selamanya.........? Mohon KEMURAHAN HATI Anda untuk menyebarkan kisah
ini kepada sanak keluarga Anda, famili, teman2, rekan2 kerja, rekan2 bisnis, atasan, bawahan, sebuah kelompok organisasi ataupun perusahaan, PELANGGAN, serta siapa
saja yang Anda temui.

Ayah, Ibu, Ketahuilah, Saya Juga Mencintaimu Dengan Segenap Jiwa Ragaku.............
"Seseorang tidak hanya berhak tetapi juga punya tugas untuk berbahagia dan sukses"

Sunday 14 March 2010

ISLAM & NASIONALINE

Hakekat Demokrasi

Pembukaan:

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: [Para ahli fiqih berkata: Nama itu ada 3 macam ; satu macam yang diketahui batasannya dengan syari�at, seperti shalat, dan zakat. Macam yang (lain) yang diketahui batasannya dengan bahasa, seperti matahari dan bulan. Dan macam lain yang diketahui batasannya dengan �urf (adat kebiasaan yang berlaku seperti kata qabdl (serah terima) dan kata ma�ruf (cara yang baik dalam firmanNya: "Dan pergaulilah mereka dengan ma�ruf"] (Majmu Al Fatawa: 13/82). Dan beliau mengulang-ulang ucapannya ini dalam banyak tempat, diantaranya Majmu Al Fatawa: 7/286 dan 19/235. Dan dikarenakan kata �Demokrasi� adalah tidak pernah datang dari dalam syari�at ini dan tidak pula tergolong apa yang diketahui oleh orang-orang Arab dari bahasanya, maka untuk mengetahui makna dan hakikatnya mestilah merujuk kepada �urf para penganutnya yang telah meletakannya, dan dalam hal ini Ibnul Qayyim rahimahullah berkata dalam hukum-hukum mufti: ["Ia tidak boleh memfatwakan dalam hal pengakuan, sumpah, wasiat, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan lafadh (kata) dengan apa yang biasa ia pahami dari lafadh-lafadh itu tanpa mengetahui �urf pemilik bahasa itu dan orang-orang yang berbicara dengannya, sehingga ia bisa menempatkannya pada apa yang menjadi kebiasaan mereka dan apa yang mereka ketahui walaupun itu menyelisihi hakikat asal kata tersebut, dan bila ia tidak melakukan hal itu maka ia sesat dan menyesatkan" (I�lamul Muwaqqi�in: 4/228)]

Ini semua tentang penjelasan wajibnya merujuk kepada para peletak istilah DEMOKRASI untuk mengetahui maknanya, agar seseorang tidak mengatakan bahwa ia memaksudkan syura dengannya atau ia memaksudkan dengannya kegiatan politik dan nama-nama lainnya yang lenyap bersamanya hakikat sebenarnya dan secara otomatis status hukumnya.

Hakikat Demokrasi:

Dikarenakan Demokrasi adalah istilah politik yang berasal dari barat, maka sesungguhnya -sesuai pembukaan- yang lalu sepatutnya merujuk kepada para pemiliknya untuk mengetahui maknanya yang dibangun diatasnya pengetahuan akan hukumnya. Sedangkan maksud Demokrasi menurut �urf pemiliknya ; adalah Kedaulatan Rakyat dan bahwa Kedaulatan Rakyat adalah kekuasaan tertinggi lagi mutlak tanpa dikendalikan dengan kekuasaan lain apapun. Dan kekuasaan ini terjelma pada hak rakyat dalam memilih para pemimpinnya dan haknya dalam pembuatan undang-undang apa saja yang ia kehendaki.

Rakyat biasanya menjalankan kekuasaan ini dengan cara mewakilkan, yaitu ia memilih wakil-wakilnya yang mengatasnamakan rakyat di Parlemen, dan mereka mewakili rakyat dalam menjalankan kekuasaan ini. Ada didalam Ensiklopedi Politik: [Semua sistem Demokrasi berdiri diatas prinsip pemikiran yang satu, yaitu bahwa kekuasaan itu kembali kepada rakyat dan bahwa rakyatlah pemegang kedaulatan, yaitu bahwa Demokrasi itu pada ujungnya adalah prinsip Kedaulatan Rakyat] (Mausuu�ah As Siyasah, karya Dr. Abdul Wahhab Al Kayali, juz 2, hal: 756)

Dan ia berkata dalam definisi Demokrasi Perwakilan: �ia mengandung arti bahwa rakyat -yang mana ia adalah pemilik kedaulatan- tidak melaksanakan kekuasaan pembuatan hukum dengan dirinya sendiri, akan tetapi ia menyerahkannya kepada para wakilnya yang dipilih untuk masa waktu tertentu. Dan rakyat menjadikan mereka itu sebagai wakil-wakilnya dalam menjalankan kekuasaan ini dengan mengatasnamakannya. Jadi Parlemen dalam sistem Demokrasi Perwakilan merupakan jelmaan kedaulatan rakyat, dan dia-lah yang mengungkapkan keinginan rakyat melalui apa yang ia gulirkan berupa hukum-hukum atau undang-undang. Dan sistem ini secara fakta sejarah telah tumbuh di Inggris dan Prancis, kemudian dari keduanya ini ia menjalar ke negara-negara lain� (Referensi yang lalu: 2/757)

Dan dari uraian yang lalu jelaslah bahwa Demokrasi pada intinya adalah kedaulatan rakyat, dan bahwa kedaulatan ini pada dasarnya bermuara pada hak yang mutlak dalam pembuatan hukum yang tidak tunduk terhadap kekuasaan yang lain. Dan inilah sebahagian definisi kedaulatan. Dr. Abdul Hamid Mutawalliy -guru besar UUD- berkata: [Demokrasi dalam berbagai Undang Undang Dasar biasa diungkapkan dengan prinsip �Kedaulatan Rakyat�, sedangkan �kedaulatan� sesuai dengan definisinya adalah kekuasaan tertinggi yang tidak ada yang lebih tinggi darinya (Andhimatul Hukmi Fid Duwal An Namiyyah, Dr. Abdul Hamid Mutawalliy, terbitan 1985 M, hal: 625)

Politikus barat Joejeff Frankl berkata: [Kedaulatan memiliki arti kekuasaan tertinggi yang tidak mengakui kekuasaan yang lebih tinggi darinya atau dibelakangnya yang memiliki wewenang untuk meninjau ulang putusan-putusannya. Dan makna yang paling mendasar ini tidak pernah mengalami perubahan sepanjang masa-masa modern ini, dan definisi Jane Boudanne terhadap �kedaulatan� ditahun 1578 M yang mana isinya: "Bahwa kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi dari atas penduduk dan rakyat dan tidak dibatasi undang-undang", adalah tetap walaupun bahwa maksud kedaulatan yang mana Boudane mengkhususkan sang pemimpin pada zamannya dengan kedaulatan itu telah berpindah setelahnya kepada rakyat] (Al �Alaqat Ad Dauliyyah, Joejeff Frankl, Cet. Tuhamah 1984, hal: 25)

Perkembangan Demokrasi Modern

Adapun Demokrasi, maka pondasi-pondasinya telah dikukuhkan oleh Revolusi Prancis tahun 1789, meskipun sistem perwakilan yang bersifat Parlemen telah tumbuh di Inggris satu abad penuh sebelum itu. Dan dari sisi ide pemikiran maka sesungguhnya prinsip Kedaulatan Rakyat itu -yang mana ia adalah dasar paham Demokrasi- telah tertuang sejak beberapa dekade dalam tulisan-tulisan John Lock Montesquieu dan Jean Jacques Rouseau yang telah meletakan dasar teori Kesepakatan Sosial yang mana ia adalah dasar teori Kedaulatan Rakyat. Dan itu adalah sebagai reaksi balik dan sebagai bentuk pemberantasan terhadap teori Tafwidl Ilahiy (pengemban kewenangan dari Tuhan) yang mendominasi Eropa selama 10 abad. Teori itu adalah teori yang menetapkan bahwa para raja itu memerintah dengan pilihan dan pengangkatan dari Allah, sehingga dengan hal itu para raja memiliki kekuasaan yang mutlak lagi mendapat dukungan dalam hal itu dengan dukungan para Paulus. Dan bangsa-bangsa Eropa telah mengalami penderitaan yang amat pedih dari kekuasaan yang mutlak ini, sehingga jadilah kedaulatan rakyat sebagai pengganti dihadapannya untuk keluar dari kekuasaan mutlak para raja dan para Paulus yang memerintah dengan kewenangan dari tuhan -menurut klaim mereka-.

Jadi, Demokrasi pada asal munculnya adalah sikap pembangkangan terhadap kekuasaan Allah, supaya ia memberikan kekuasaan itu sepenuhnya kepada manusia agar manusia itu membuat sistem kehidupan dan undang-undangnya oleh dirinya sendiri tanpa batasan apapun.

Perpindahan dari teori tafwidh ilahiy ke teori kedaulatan rakyat tidaklah berpindah dengan cara yang damai, akan tetapi lewat suatu revolusi yang tergolong paling berdarah terbesar didunia, yaitu Revolusi Prancis tahun 1789 M yang diantara slogannya adalah �Gantunglah raja terakhir dengan usus pendeta terakhir�, dan Dr. Safar Al Hawali berkata: [Revolusi ini telah melahirkan hasil-hasil yang sangat urgen, untuk pertama kalinya dalam sejarah Eropa yang kristen telah terlahir sebuah negara republik yang tidak terikat agama yang mana falsafahnya berdiri diatas hukum dengan atas nama rakyat "dan bukan atas nama Allah",dan diatas prinsip kebebasan beragama sebagai pengganti dari otoriter katholik, dan diatas prinsip kebebasan individu sebagai pengganti dari keterikatan dengan akhlak agama, serta diatas Undang Undang Dasar sebagai pengganti dari keputusan �keputusan gereja (Dr. Safar Al Hawaliy, hal: 169, terbitan Univ. Ummul Qura� 1402 H)

Dan telah nampak teori Kedaulatan Rakyat dan haknya dalam menetapkan undang-undangnya secara jelas dalam prinsip-prinsip Revolusi Prancis dan Undang Undang Dasarnya, dimana pasal ke 6 dari pengumuman hak-hak tahun 1789 menegaskan bahwa: "Undang-undang adalah ungkapan dari keinginan rakyat" , yaitu undang-undang itu bukan ungkapan dari keinginan gereja atau keinginan Allah. Dan pengumuman HAM yang muncul bersama dengan UUD Prancis tahun 1973 pasal ke 25 darinya menegaskan bahwa "Kedaulatan itu berpusat pada rakyat" . (Dinukil dari Mabadi-ul Qanun Ad Dusturiy, karya Dr. Sayyid Shabriy, Hal: 52)

Oleh sebab itu Dr. Abdul Hamid Mutalliy berkata: [Prinsip-prinsip Revolusi Prancis 1789 M dinilai sebagai dasar prinsip-prinsip Demokrasi Barat (Andhimatul Hukmi Fid Duwal An Namiyyah, Karyanya hal: 30)

Hukum Demokrasi Dan Hukum Para Anggota Parlemen Beserta Para Pemilih Mereka

Alasan hukum terhadap Demokrasi adalah keberadaan Kedaulatan didalamnya milik rakyat, dengan makna kedaulatan yang mana ia adalah kekuasaan tertinggi yang tidak mengakui kekuasaan yang lebih tinggi darinya. Demokrasi, kekuasaannya bersumber dari dirinya sendiri tanpa batasan apapun, sehingga ia melakukan apa yang ia kehendaki dan menggulirkan hukum yang diinginkannya tanpa koreksi seorangpun terhadapnya, padahal ini adalah sifat Allah ta�ala, sebagaimana firmanNya:

"Dan Allah menetapkan hukum (menurut kehendakNya), tidak ada yang dapat menolak ketetapanNya" (Ar Ra�d: 41)

dan firmanNya ta�ala:

"Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendakiNya" (Al Maidah: 1)

dan firmanNya ta�ala:

"Sesungguhnya Allah melakukan apa yang dikehendakiNya" (Al Hajj: 14)

Dan dari ini kita menyimpulkan bahwa Demokrasi itu menyandarkan sifat Uluhiyyah (ketuhanan) terhadap insan dengan bentuk ia memberikan wewenang yang mutlak dalam pembuatan hukum (tasyri) kepadanya, sehingga dengan hal itu Demokrasi menjadikan insan sebagai ilah (tuhan) disamping Allah dan sekutu bagiNya dalam wewenang penetapan hukum bagi manusia, sedangkan ini adalah kufur akbar tanpa keraguan didalamnya. Dan denganungkapan yang lebih jelas, maka sesungguhnya tuhan yang baru dalam Demokrasi adalah hawa nafsu insan dimana ia menetapkan hukum yang ia pandang (cocok) dengan hawa nafsunya tanpa terikat dengan apapun. Allah ta�ala berfirman:

"Terangkan kepadaKu tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar dan memahami? mereka itu tidak lain hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka itu lebih sesat jalannya (dari binatang ternak)" (Al Furqan: 43-44)

Dan ini menjadikan Demokrasi itu sebagai dien (agama) baru yang berdiri sendiri yang mana Kedaulatan didalamnya ada ditangan rakyat sebagai lawan dari agama Islam yang mana Siyaadah (Kedaulatan/Kakuasaan) didalamnya ada ditangan Allah Subhanahu Wa Ta'ala, sebagaimana Rasulullah saw bersabda:

"As Sayyid (yang berkuasa) itu hanyalah Allah tabaraka wa ta�ala" (HR. Abu Dawud dalam Kitab Adab dari As Sunan, sedangkan isnadnya shahih)

Dan dalam menjelaskan sikap pentuhanan manusia dalam sistem Demokrasi ini telah berkata Ustadz Abul A�la Al Maududiy: [Pondasi-pondasi peradaban barat, sesungguhnya peradaban modern yang berdiri dalam payungnya sistem kehidupan masa kini dengan berbagai cabang-cabangnya yang bersifat keyakinan, akhlak, ekonomi, politik, pengetahuan, berpijak diatas tiga landasan, yaitu prinsip-prinsip inti berikut ini: Sekulerisme, Nasionalisme, dan Demokrasi, -sampai ucapannya- Adapun prinsip yang ketiga, yaitu Demokrasi atau pentuhanan manusia dengan digabungkannya kepada dua prinsip yang lalu, maka sempurnalah gambaran yang mengumpulkan dalam bingkainya bencana dan kekacauan-kekacauan didunia ini. Tadi telah saya katakan bahwa makna Demokrasi dalam peradaban yang modern ini adalah hukum (kekuasaan) mayoritas (rakyat), yaitu individu-individu suatu daerah bebas merdeka dalam apa yang berkaitan dengan perealisasian kepentingan-kepentingan sosial mereka, dan bahwa undang-undang daerah ini adalah mengikuti hawa nafsu -sampai ucapannya- Dan bila kita mengamati ketiga prinsip itu sekarang, maka kita dapatkan bahwa Sekulerisme telah memerdekakan manusia dari peribadatan, ketaatan, dan rasa takut kepada Allah dari batasan-batasan moral yang baku, dan melepaskan kebebasan mereka secara penuh serta menjadikan mereka sebagai budak bagi diri mereka sendiri lagi tanpa ada pertanggung jawaban dihadapan siapapun. Kemudian datang nasionalisme untuk menghadirkan bagi mereka tegukan yang banyak dari khamr egoisme, kesombongan, keponggahan, dan penyepelean orang lain. dan terakhir datang demokrasi, dan ia mendudukan insan -setelah kendalinya dilepas dan telah menjadi tawanan hawa nafsu dan korban keponggahan egoisme- diatas singgasana pentuhanan, sehingga dilimpahkan kepadanya seluruh kekuasaan pembuatan hukum dan perundang-undangan dan dikerahkan baginya alat-alat pemerintahan dengan sejumlah fasilitas-fasilitasnya dalam meraih setiap apa yang diinginkannya. -kemudian Al Maududiy berkata- Dan sesungguhnya saya katakan kepada kaum muslimin dengan tegas, bahwa Demokrasi yang Nasionalisme lagi Sekuler adalah menentang agama keyakinan yang kalian anut, dan bila kalian menerimanya maka seolah kalian telah meninggalkan Kitabullah dibelakang punggung kalian, dan apabila kalian ikut andil dalam penegakannya atau keberlangsungannya, maka dengan itu berarti kalian telah mengkhinati Rasul kalian yang telah Allah utus kepada kalian -sampai ucapannya- Dimana saja sistem (Demokrasi) ini ada, maka sesungguhnya kami tidak menganggap Islam itu ada, dan bila Islam itu ada maka tidak ada tempat bagi sistem ini] (dari kitab Al Islam Wal Madaniyyah Al Haditsah, Al Maududiy, alih bahasa (kedalam bahasa Arab) Khalil Al Hamidiy)

Dan setelah perkataan ini, perlu pembaca ketahui bahwa jama�ah Al Maududiy, yaitu Jama�ah Islamiyyah di Pakistan telah menjadikan Demokrasi sebagai manhaj (metode) dan telah ikut serta dalam pemilihan umum Parlemen di Pakistan -sedang ia adalah negara sekuler- disaat Al Maududiy masih hidup dan setelah ia meninggal dan sampai hari ini, Allah Subhanahu Wa Ta�ala berfirman:

�Mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian disisi Allah bahwa kamu mengatakan yang tiada kamu kerjakan� (Ash Shaff: 2-3)

dan firmanNya ta�ala:

�Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab? Maka tidaklah kamu berfikir? (Al Baqarah: 44)

Bila rakyat sang pemilik kedaulatan -dalam Demokrasi- melaksanakan kedaulatannya lewat perantaraan para wakilnya di Parlemen, maka kedua belah pihak ini terjatuh dalam kekafiran, yaitu para wakil rakyat di Parlemen dan rakyat yang memilih mereka untuk jabatan ini. (yaitu jika rakyat atau anggota parlemen menganggap diri mereka memiliki hak untuk menetapkan hukum yang bertentangan dengan hukum Allah, atau menganggap hukum buatan manusia lebih baik dari hukum Allah, karena hal ini sama saja menghalalkan yang haram, dan hukumnya kafir murtad)

Adapun para anggota Parlemen, maka sebab kekafiran mereka adalah bahwa mereka itu para pemilik kedaulatan yang langsung, dimana mereka itulah orang-orang yang membuat hukum yang bertentangan dengan hukum Allah bagi manusia secara sengaja dan tanpa paksaan, baik dengan membuat undang-undang atau dengan mengesahkannya dan menyetujuinya (anggota parlemen menjadi kafir murtad jika menganggap halal perbuatannya itu, jika dalam hatinya tidak menganggap halal maka tidak dianggap murtad, wallahualam). Dan semua Undang undang Dasar sekuler modern yang menegaskan bahwa: �Parlemen memegang kekuasaan membentuk undang-undang� . Baik Parlemen itu bernama Majelis Rakyat atau Dewan Nasional atau Konggres atau Dewan Legislatif atau nama-nama lainnya. Dan ini menjadikan para wakil rakyat itu sekutu-sekutu bersama Allah dalam RububiyyahNya berdasarkan firman Allah Subhanahu Wa Ta�ala:

�Apakan mereka mempunyai sekutu-sekutu (sembahan-sembahan selain Allah) yang mensyari�atkan untuk mereka dien yang tidak diizinkan Allah?� (Asy Syura: 21)

Sedangkan dien -dalam salah satu maknanya- adalah sistem (aturan) hidup manusia baik haq maupun bathil berdasarkan firmanNya Subhanahu Wa Ta�ala:

�Bagi kalian dien kalian dan bagiku dienku� (Al Kafirun: 6)

Allah Subhanahu Wa Ta�ala menamakan kekafiran yang dianut oleh orang-orang kafir sebagai dien, oleh sebab itu barangsiapa membuatkan hukum bagi manusia yang bertentangan dengan hukum Allah maka dia itu telah menjadikan dirinya sebagai ilah (tuhan) bagi mereka dan sekutu bersama Allah. Ini adalah dalil.

Dan dalil lain terhadap kekafiran para wakil rakyat itu adalah bahwa mereka dengan sebab pembuatan hukum mereka bagi manusia selain dengan hukum Allah adalah mereka telah mengangkat diri merka sebagai arbab (tuhan-tuhan) bagi manusia selain Allah, sedangkan ini adalah kekafiran dengan sendirinya, sebagaimana firmanNya ta�ala:

�Katakanlah, �Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebahagian kita menjadikan sebahagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah� (Ali Imran: 64)

Sedangkan pentuhanan (Rububiyyah) yang diutarakan dalam ayat itu adalah dengan cara pembuatan hukum selain Allah, sebagaimana ia dalam firmanNya:

�Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah� (At Taubah: 31)

Dan dari Adiy Ibnu Hatim radliallaahuanhu, -ia asalnya Nashrani terus masuk Islam- ia berkata: [Saya mendatangi Rasulullah, sedang beliau membaca surat Bara�ah, sampai firmanNya "mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah". Saya berkata, "Wahai Rasulullah, kami tidak menjadikan mereka sebagai tuhan". Beliau bersabda, "Bukankah mereka menghalalkan bagi kamu apa yang diharamkan Allah kemudian kamu menghalalkannya, dan mereka mengharamkan atas kalian apa yang dihalalkan bagi kalian kemudian kalian mengharamkannya?". Maka saya berkata, "Ya". Beliau bersabda, " Maka itulah peribadatan kepada mereka" (HR. Ahmad dan Tirmidzi, ia berkata: Hadits Hasan)]

Al Alusy berkata: [Mayoritas para ahli tafsir berkata: "Maksud dari arbab (tuhan-tuhan) bukanlah bahwa mereka meyakini bahwa mereka itu tuhan-tuhan dialam ini, namun yang dimaksud adalah bahwa mereka itu mentaatinya dalam perintah-perintah dan larangan-larangannya] selesai.

Dan ini semuanya menjelaskan bahwa orang yang membuat hukum bagi manusia selain Allah, seperti para ulama Yahudi dan para Pendeta Nashrani serta para anggota Parlemen maka dia itu telah menjadikan dirinya sebagai tuhan bagi mereka, dan cukuplah itu sebagai kekafiran yang nyata baginya. Barangsiapa dari para wakil rakyat itu ridha dengan tugas-tugas Parlemen syirik ini ATAU dia ikut serta didalamnya maka ini kekafiran yang sangat nyata tidak ada keraguan didalamnya. Adapun orang yang mengklaim dari kalangan wakil rakyat itu bahwa dia tidak ridha terhadap hal tersebut dan bahwa ia tidak masuk kecuali untuk dakwah dan perbaikan dan memperjuangkan terlaksananya hukum Allah maka semoga dia tidak jatuh dalam kekafiran.

Adapun sebab kekafirannya maka ia adalah bahwa masuknya dia kedalam Parlemen-parlemen ini adalah pengakuan darinya terhadap keabsahan tugas Parlemen ini -yaitu tahakum (mengacu hukum) kepada pikiran manusia- serta kekomitmenan darinya terhadap prinsip-prinsip Parlemen (Demokrasi) dan prinsip Undang Undang Dasar yang mana Parlemen itu berdiri sesuai ketentuannya. Allah Subhanahu Wa Ta�ala berfirman:

�Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, maka putusannya (terserah) kepada Allah� (Asy Syura: 10)

Sedangkan Demokrasi menegaskan bahwa: Apa yang kami berselisih didalamnya maka putusannya (terserah) kepada para wakil rakyat di Parlemen atau kepada publik dalam istifta (jejak pendapat). Dan seluruh anggota Majelis Rakyat (Parlemen) komitmen dengan prinsip kafir ini, dan andai mereka menampakan sedikit saja penentangan terhadapnya tentulah dipecat langsung dari majelis (Parlemen) itu sesuai tata tertib yang berlaku. Dan siapa menampakan kekafiran dihadapan kami maka kami menampakan pengkafiran terhadapnya.

Syaikh Ibnu Baz sendiri berkata dalam penjelasan pembatal keempat dari sepuluh pembatal keIslaman yang dikumpulkan Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab, Ibnu Baz berkata:["Dan masuk dalam hal itu juga setiap orang yang meyakini bahwa boleh memutuskan dengan selain Syari�at Islam dalam mu�amalat hudud atau yang lainnya meskipun dia tidak meyakini bahwa hal itu lebih utama dari hukum syari�at, karena dengan hal itu berarti menghalalkan apa yang telah Allah haramkan secara ijma. Sedangkan setiap orang yang menghalalkan apa yang telah Allah haramkan dari suatu yang sudah diketahui secara pasti dari dien ini seperti: zina, khamr, riba, dan pemutusan dengan selain syari�at Allah maka dia itu kafir dengan ijma kaum muslimin" (majalah Al Buhuts Al Islamiyyah, yang muncul dari sekretariat pusat Al Buhuts Wa Ad Dakwah Wal Ifta di Saudi, Vol. 7, hal: 17-18)].

Adapun orang-orang yang memilih mereka dari kalangan individu-individu masyarakat maka kafir juga (jika hatinya menghalalkan sekulerisme dan membenci hukum Allah), karena sesuai ketentuan Demokrasi Perwakilan sesungguhnya para pemilih itu pada hakikatnya adalah mengangkat para wakil mereka dalam melaksanakan kedaulatan syiriknya -pembuatan hukum selain Allah- sebagai wakil dari mereka. Jadi, para pemilih itu memberikan kepada para wakil rakyat itu kewenangan melaksanakan syirik dan mengangkat mereka -dengan pencoblosan mereka itu- sebagai arbab musyarri�in (tuhan-tuhan pembuat hukum) selain Allah.

Allah ta�ala berfirman:

�Dan (tidak wajar pula bagiNya) menyuruhmu menjadikan Malaikat dan para nabi sebagai tuhan. Apakah (patut) Dia menyuruhmu berbuat kekafiran diwaktu kamu sudah (menganut agama) Islam? (Ali Imran: 80)

Bila saja orang yang menjadikan Malaikat dan para nabi sebagai arbab adalah kafir, maka bagaimana dengan orang yang menjadikan para anggota Parlemen itu sebagai arbab?

Juga firmanNya Subhanahu Wa Ta�ala:

�Katakanlah, �Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebahagian kita menjadikan sebahagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah� (Ali Imran: 64)

Menjadikan manusia sebagai arbab (tuhan) selain Allah adalah syirik dan kufur terhadap Allah, dan inilah yang dilakukan oleh para pemilih anggota Parlemen yang membenci hukum islam.

Ustadz Sayyid Quthub rahimahullah berkata -dalam ucapannya tentang ayat itu-:

�Sesungguhnya manusia dalam seluruh sistem-sistem bumi sebahagian mereka menjadikan sebahagian yang lain sebagai arbab (tuhan-tuhan) selain Allah�.. Ini terjadi pada Demokrasi yang paling tinggi sebagaimana ia terjadi pada diktatorisme yang paling rendah, sama saja. Sesungguhnya kekhususan Rububiyyah yang paling pertama adalah hak menjadikan manusia sebagai hamba, hak membuat sistem, jalan hidup (falsafah), hukum-hukum, undang-undang, norma-norma dan timbangan-timbangan. Dan hak ini dalam seluruh sistem buatan bumi adalah diklaim oleh sebahagian manusia -dalam satu gambaran dari gambaran-gambarannya- dan urusan didalamnya kembali kepada sekelompok manusia apapun bentuknya, dan sekelompok manusia yang menundukan manusia lain terhadap aturan-aturannya, nilai-nilainya, timbangan-timbangannya dan ide-idenya. Ini adalah tuhan-tuhan dibumi yang dijadikan oleh sebahagian manusia sebagai arbab selain Allah, dan mereka memperkenankan sekelompok manusia ini untuk mengaku Uluhiyyah dan Rubbubiyyah, sehingga dengan hal itu mereka mengibadatinya selain Allah walaupun mereka tidak sujud dan ruku terhadapnya. Maka penghambaan diri ini adalah ibadah yang tidak boleh ditunjukan kecuali kepada Allah -sampai ucapannya-: -dan Islam dengan makna ini- adalah dien disisi Allah, dan ia adalah yang dibawa setiap Rasul dari sisi Allah. Sungguh Allah telah mengutus para Rasul dengan dien ini untuk mengeluarkan manusia dari penghambaan terhadap manusia kepada penghambaan terhadap Allah, serta dari kezaliman manusia kepada keadilan Allah�. Barangsiapa berpaling darinya maka dia bukan muslim dengan kesaksian Allah, apapun upaya pentakwilan yang dilakukan oleh para pentakwil dan penyesatan yang dilakukan oleh orang-orang yang menyesatkan� �Sesungguhnya dien yang diridhai disisi Allah hanyalah Islam� selesai (Fidzilalil Qur�an, Sayyid Quthub: 1/704-704)

Demokrasi dan Majelis Parlemen �wahai saudaraku- adalah agama orang-orang kafir dan hawa nafsu mereka, sedangkan ridha dengannya adalah masuk dalam agama mereka, mengikuti Millah mereka dan keluar dari Millah Islam. Allah Azza Wa Jalla berfirman:

Atau memaksamu kembali kepada agama mereka, dan jika demikian niscaya kamu tidak akan beruntung selama-lamanya� (Al Kahfi: 20)

Dan firmanNya:

�Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti keinginan mereka setelah datang ilmu kepadamu, sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk golongan orang-orang zalim� (Al Baqarah: 145)

Syaikh Ibnu Baz sendiri berkata:

�Zalim bila disebutkan begitu saja, maka dimaksudkan dengannya syirik akbar, sebagaimana firmanNya: �Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim� (Al Baqarah: 254)� (dari Majmu Fatawa Ibnu Baz: 2/110-111 dan yang serupa: 1/179)

Allah t�ala berfirman:

�Syaitan itu memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal syaitan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan belaka� (An Nisa: 120)

Dan hendaklah kalian wahai saudara-saudaraku mengetahui bahwa Demokrasi adalah agama Amerika yang menganggap dirinya sebagai pelindung Demokrasi didunia, sedangkan Konggres (Parlemen) Amerika telah menetapkan aturan yang mensyaratkan penerapan Demokrasi dinegara-negara yang diberikan bantuan Amerika. Itu dikarenakan sesungguhnya sistem Demokrasi adalah diantara sistem yang paling mudah yang memberikan peluang bagi Amerika untuk campur tangan dalam urusan-urusan negara-negara itu dengan cara yang bersifat undang-undang, dan itu dengan cara mengendalikan anggota-anggota Parlemen yang membuat hukum dan penggolan anggota-anggota tertentu terlaksana dengan mengiming-iming orang-orang umum yang bodoh dengan harta. Dan sungguh Amerika telah ikut campur dalam banyak pemilihan Dewan Legislatif, diantaranya sebagai contoh campur tangannya di Pemilu Italia tahun 1947, dan didalamnya presiden Amerika Truman telah menggulirkan prinsipnya yang terkenal yang membolehkan bagi intelejen Amerika untuk menyerahkan dana lebih dari USD 70 jt dalam rangka memenangkan Partai Demokrat Kristen dan menjatuhkan Partai Komunis Italia. Amerika mengumumkan hal ini dengan merasa bangga dengannya. Kembali tahun 1976 Amerika campur tangan dalam pemilu Italia, dan didalamnya Menlu AS Henry Kissenger menggulirkan prinsipnya untuk campur tangan pada pemilu Italia. (Dari kitab At Tarikh As Siyasiy Al Hadits, Dr. Fayiz Shalih Abu Jabir, terbitan Darul Basyir 1989, Hl: 414 dan 406)

Ini adalah agama Amerika dan agama kaum Yahudi dan Nashrani, dan ia adalah apa yang telah Rasulullah Shalallahu �alaihi wa sallam hati-hatikan kita terjatuh didalamnya dengan ucapannya: �Sesungguhnya kalian akan mengikuti jalan-jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga andai mereka memasuki lobang dlab (hewan berbahaya) tentu kalian akan mengikuti mereka pula�, mereka bertanya, �Wahai Rasulullah, apakah mereka yahudi dan Nashrani?�, beliau bersabda, �Maka siapa lagi?� (Muttafaq �alaih)

Orang-orang kafir dengan berbagai macam ragamnya menganut Demokrasi selagi ia merealisasikan keinginan-keinginan mereka, kemudian bila berbenturan dengan kepentingan-kepentingan mereka, maka mereka orang yang paling pertama kali menghancurkannya. Perumpamaan mereka dalam hal itu seperti orang kafir yang membuat patung dari korma untuk ia sembah, kemudian tatkala dia lapar maka ia memakan tuhannya yang sebelumnya ia sembah. Dan contoh-contoh atas hal itu sangat banyak dari kawasan timur dan barat.

dikutip dari tulisan Abu Muhammad Ashim Al Maqdisy dengan perubahan

ISLAMIC MEDIA
ISLAMIC.XTGEM.COM
Created : Ibnuisa
INDEX UTAMA

Create wapsite
Free wapsite

ISLAM ANTI NASIONALISME

Di dunia ini tidak ada negeri yang paling dicintai oleh seorang mukmin dibanding Makkah al-Mukarramah, al-Madinah an-Nabawiyah, dan Baitul Maqdis di Palestina. Diriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu �alaihi wasallam telah menjelaskan bahwa negri yang paling beliau cintai adalah Makkah al-Mukarramah, karena ia merupakan negri yang paling dicintai Allah subhanahu wata�ala dan diberkahi.

Sedangkan selain tiga negeri yang disucikan tersebut, maka Islamlah negeri kita, keluarga dan kerabat kita. Di mana syari�at Islam ditegakkan dan kalimat Allah ditinggikan, maka di sanalah negeri kita tercinta. Adapun negara dalam arti sempit, yakni sepotong tanah yang ditulis batas-batasnya oleh manusia, dibuat pemisah, dibatasi warna kulit, suku dan kebangsaan maka itu sesuatu yang tidak pernah dikenal oleh kaum salaf maupun kholaf. Hal itu muncul dalam rangka memberikan pemahaman yang rusak dan merusak yang ditebarkan oleh Barat dan para pengekornya untuk menyingkirkan semangat keislaman, meredupkan jati diri Islam yang telah mempersatukan berbagai suku, bangsa dan ummat serta menjadikannya sebagai satu ummat saja �Ummat Islam� serta �Ummat Tauhid�.

Saksi dari semua itu adalah seorang sejarawan yahudi Bernard Louis yang mengatakan, �Semua orang yang memperhatikan sejarah Islam maka dia akan mengetahui kisah Islam yang menakjubkan dalam memerangi penyembah berhala sejak permulaan dakwah Nabi shallallahu �alaihi wasallam. Kemudian bagaimana Nabi dan sahabatnya mendapatkan pertolongan dan menegakkan ibadah hanya kepada Ilah yang Esa serta memporak porandakan agama-agama berhala kaum Arab Jahiliyah. Dan pada hari ini mereka berhadapan dengan berhala yang lain. Mereka tidak berhadapan dengan Latta, Uzza dan tuhan-tuhan orang jahiliyah lainnya. Mereka melawan bebagai berhala-berhala baru, yang bernama negara (nasionalisme dan fanatik kebangsaan), kesukuan (rasialisme), serta qaumiyah (fanatik golongan).

Tersebarnya idiologi nasionalisme merupakan langkah menuju westernisasi pada abad ke-19. Idiologi ini di transfer dari Eropa ke Arab, Iran, Turki, Indonesia dan India. Tujuannya untuk merobek-robek kesatuan dunia Islam dan mencincangnya menjadi bagian-bagian kecil berdasarkan ikatan geografis. Akibatnya bermunculan negara-negara nasional berdasarkan asal-usul ras, darah dan keturunan yang sama.

Kolonialisme, Orientalisme, Komunisme, Free Massonry dengan seluruh cabang-cabangnya, Zionisme dan para propagandis penyatuan agama, semuanya bersatu mendukung gerakan westernisasi. Tujuannya adalah untuk menghancurkan dunia Islam menjadi berkeping-keping, menundukkannya hingga menjadi makanan yang empuk bagi mereka.

Sesungguhnya barat tidak memandang kita dengan dua kaca mata, namun hanya satu kaca mata saja, yaitu kacamata fanatik buta, kedengkian dan kezhaliman yang nyata terhadap kaum muslimin. Tatkala Islam tegak dengan tanpa mempermasalahkan batas-batas wilayah, bersatu dalam amal serta telah rekat persatuannya maka tiba-tiba saja mereka merobek-robek dan mencerai beraikan kita.

Aqidah Islam merupakan satu-satunya pandangan yang dengannya seorang muslim mampu melihat kesalahannya dalam bersikap, berfikir dan mengambil dasar hidup. Aqidah Islam merekomendasikan kepada kita untuk mengambil warisan sejarah agar kita tahu batas, mana yang harus kita terima dan mana yang wajib kita tolak.

Fir�aun dan pengikutnya adalah orang Mesir namun mereka kafir. Nabi Musa �alaihis salam juga orang Mesir, tetapi dia Islam dan beriman. Maka wajib seorang mukmin memusuhi musuh-musuh Allah dan berlepas diri dari mereka meskipun mereka adalah satu bangsa, ras dan satu bahasa. Dan seorang mukmin berwala� (loyal) kepada golongan Allah dan para wali-Nya, siapa pun mereka, di mana pun mereka berada dan kapan saja waktunya. Abu Jahal dan Abu Lahab adalah orang Arab, dari suku Quraisy dan masih kerabat Nabi shallallahu �alaihi wasallam sendiri. Namun karena mereka memusuhi Allah subhanahu wata�ala, maka Rasulullah pun memusuhi mereka.

Allah subhanahu wata�ala juga berfirman tentang sekelompok orang mukmin dari Bani Israil di bawah pimpinan Thalut, yang berperang menghadapi Raja kafir yang juga Bani Israil yang bernama Jalut.

Kita orang mukmin selalu memegang prinsip ini, yaitu menolong aqidah Islam dari orang-orang kafir siapa pun orang kafir itu, meski seorang yang berbangsa Palestina.

Seandainya saja Allah subhanahu wata�ala menakdirkan Nabi Sulaiman �alaihis salam dan Nabi Dawud �alaihis salam hidup kembali di dunia ini, maka tentu mereka berdua akan mengikuti syariat Nabi kita Muhammad shallallahu �alaihi wasallam. Nabi shallallahu �alaihi wasallam bersabda,

�Demi Allah, seandainya Musa hidup di tengah-tengah kalian, maka dia tidak ada pilihan lain kecuali akan mengikutiku.� (HR. ad-Darimi, Imam Ahmad dan selain meeka, dihasankan oleh al-Albani).

Andaikan Nabi Musa �alaihis salam, Nabi Sulaiman �alaihis salam, Nabi Dawud �alaihis salam dibangkitkan kembali tentu mereka akan memerangi yahudi, nashara, kaum sekuler dan orang-orang mulhidin.

Sesungguhnya aqidah adalah pondasi jati diri yang paling besar yang mengikat seorang muslim dengan saudaranya, sehingga menjadi ibarat satu tubuh. Jika ada salah satu anggota badan yang sakit maka anggota badan yang lain ikut merasakannya dengan susah tidur dan demam, seperti disebutkan dalam hadits.

Inilah ikatan yang hakiki dan yang sesungguhnya. Adapun selain itu seperti hubungan kerabat, teman, keluarga, suku, bangsa, ras adalah bersifat nisbi. Dalil yang menunjukkan hal ini yaitu firman Allah subhanahu wata�ala, artinya,
Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.� (QS. al-Mujadilah:22)

Dalam kisah Nabi Nuh �alaihis salam Allah subhanahu wata�ala berfirman tentang putranya, �Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), sesungguhnya (perbuatan)nya perbuatan yang tidak baik.� Dan dalam kisah Nabi Ibrahim �alaihis salam beliau dan pengikutnya berkata, �Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja.� Juga dalam kisah Nabi Isa �alaihis salam ketika beliau menyeru Bani Israil agar menjadi penolongnya, maka sebagian ada yang beriman yakni kaum Hawariyyun dan sebagain ada yang kafir. Maka Allah subhanahu wata�ala menolong orang yang beriman atas musuh mereka. Demikian pula dalam surat al-Lahab yang menceritakan paman Nabi shallallahu �alaihi wasallam, Abu Lahab, �Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak.� (QS. 111:3). Sebuah syair menyebutkan,

Islam telah memuliakan Salman, seorang berbangsa Persi
Kekufuran telah menghinakan Abu Lahab, seorang bangsawan mulia

Dalil lainnya adalah bahwa seorang mukmin yang memiliki anak kafir maka hartanya tidak diwarisi oleh anaknya, tetapi diwarisi kaum muslimin dan masuk ke baitul mal. Ini menunjukkan bahwa saudara yang hakiki adalah saudara seaqidah, sesama muslim tanpa memandang bangsa, ras, suku dan warna kulit.

Disadur dari kitab, �Huwiyyatuna awil Hawiyah�, Muhammad Ahmad Islamil al-Muqaddam, hal 19-32